Disuatu kota metropolitan yang bangunannya habis-habisan menjulang tinggi ke langit, tepatnya diperkumuhan "BAHAGIA". Ya, begitulah mereka menamai komunitas mereka. Fajri, yang merupakan seorang pengemis, seperti biasa berkumpul dengan anak jalanan lainnya. Yeah, mengais rezeki untuk dirinya sendiri bagaikan kehidupan sebatang lilin yang menyala di setiap sudut kemalangan. Kerap terbesit di pikiran anak itu tentang masa depannya, sesekali bercucuran air mata ketika dia memikirkan keajaiban itu.
"Apakah aku akan bahagia layaknya orang bahagia?" pikirnya sambil berlari dipersimpangan lampu merah, untuk mendapatkan jatah rezeki dari orang atas.
Sambil menepuk-nepuk gendang kecil yang selalu ia bawa, ia pun mulai mendendangkan sebuah alunan musik nan merdu ala Rhoma Irama,,
"Asyeeeeekkkkkkkk, darah muda darahnya para remaja ...... " Fajri menyanyikan lagu Darah Muda dihadapan orang-orang persimpangan lampu merah.
Orang-orang pun terhibur dengan suara cempreng Fajri dipersimpangan penghasil uang itu. Kerap kali orang dari kalangan atas itu mengulurkan tangannya untuk anak malang itu. Keringat bercucuran hanya untuk receh-receh yang ia kumpulkan.
Tidak banyak yang dipikirkannya saat itu, dia hanya bisa berharap dan menunjukkan wajah kasihan agar orang simpati dan empati kepadanya. Pikirannya membuat dia terlalu banyak mengkhayal tentang dirinya di masa depan, dan terlalu berharap bahwa suatu ketika keajaiban dari langit turun seperti hujan lebat di padang pasir.
"Itu tidak mungkinkan Fajri, kamu sudah ditakdirkan begini Fajri, tak ada yang berubah". mengatai dirinya sendiri dalam benak pikirannya.
Pesimis kerap menghantui kesehariannya, dia pun kehilangan semangat perjuangan dan kelihatan sangat rapuh seperti kayu keras yang habis dimakan rayap. Saat itu langit berwarna jingga kebiru-biruan, perjuangan hari itu telah berakhir, dan saatnya bagi dia dan salah satu sahabatnya untuk pulang ke perkumuhan.
"Huft capeknya, saatnya pulang sob". kata Fajri sambil merangkul teman akrabnya.
Sebut dia Junior, teman sebaya Fajri yang berpakaian compang-camping, berkulit sawo matang dan berambut ikal. Mereka adalah teman akrab sejak SMA, mungkin senasib seperjuangan yang membuat mereka menjadi lebih dekat dan mengerti keadaan satu sama lain. Dan mereka pun menceritakan receh-receh yang ia dapat di persimpangan lampu merah.
"Hari ini kamu dapat berapa brooh?" dengan gaya Disc Jockey junior penasaran.
"Yah,, gak begitu banyak sih, cuma 53.200 doang." sambil memperlihatkan kaleng bekas tempat penyimpanan jerit payah Fajri.
"Doang katamu, seharusnya kamu harus bersyukur brooh, Allah masih sayang sama kita. Alhamdulillah ya sesuatu, aku dapat 61.000." dengan gaya ala Syahrini dia membusungkan dada.
Lalu mereka pun berbarengan pulang ke perkumuhan, dan menceritakan pengalaman mereka ketika mengais rezeki. Junior pun berpanjang lebar menceritakannya kepada sahabatnya. Fajri pun mencoba mendengar ceritanya yang hampir tidak masuk akal menurutnya, walaupun sedikit saja permainan kata yang ia dengar. Terlalu banyak kata-kata mustahil dalam benak Fajri, masa depan, impian, cita-cita, dan kebahagiaan. Dia pun langsung terdiam dalam heningnya senja dan membiarkan sobatnya berbicara sendirian seperti orang stres.
"Bro, kamu sebenarnya denger ceritaku gak sih?, melamun aja dari tadi, kamu mikir apaan sih." dengan wajah kesal Junior membuat Fajri terejut.
"Huh, oh iya maaf-maaf, aku lagi mikirin sesuatu." dengan cepat Fajri merespon dan terdiam sesaat lagi.
Wajahnya mengkerut dan bibirnya tertutup rapat, matanya terbelalak melihat kedepan, seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Dia pun menghela nafasnya seperti hembusan angin musim semi.
"Hbbbwwoooosssssshhhhh", dan jiwa Fajri kembali seperti sedia kala.
"Apa kita akan selamanya seperti ini Jun?". dengan wajah sedih dan fokus ke arah jalan Fajri bertanya.
"Maksudmu, tentang keadaan kita sekarang ini, ini sudah takdir kita brooh, sebaiknya kita jalani aja kehidupan fana ini." dengan permainan kata yang bijak Junior memberi fakta bahwa tak ada yang berubah.
Fajri semakin terlihat sangat rapuh mendengar ucapan sohibnya itu, ingin rasanya mencucurkan air mata tetapi dengan rasa gengsi dia pun menahannya. Hanya ruang dan waktu yang dapat menenangkan hati si pengemis itu. Tak banyak yang dapat dilakukan si Junior terhadap masalah Fajri yang tak kunjung hilang. Dan akhirnya percakapan pun berakhir ketika sampai di perkumuhan "BAHAGIA".
Entah apa yang terbesit dipikiran komunitas itu menamakannya dengan kata "BAHAGIA", padahal itu tidak merubah apapun, mungkin satu kata itu bisa merubah pemikiran komunitas itu untuk bisa lebih bahagia dan keajaiban menghampiri mereka sesaat, TIDAK ADA YANG TAHU.
***********************************************************************************
Matahari pun tergelincir dari ufuk timur, suara merdu ayam jantan menghiasi parameter kehidupan sebagai penanda waktu wajib bagi para pengemis. Bekerja ,mencari uang, mencari pangan, sandang dan makanan yang layak, dan mencari arti kehidupan dalam pengalaman pahit ini. Jiwa dan raga mereka telah terikat dengan tali takdir, seseorang yang berjiwa raga pengemis. Tatkala pahit manisnya semua itu tidak terlalu membuat punggung mereka bungkuk oleh siksaan mental pikiran mereka, beban beribu-ribu ton sanggup mereka pikul karena persatuan mereka yang telah terkumpul dan menerima takdir dengan dada terbuka. Mirisnya kehidupan Fajri dan Junior dalam kehidupan ini harus mereka perjuangkan sampai sesuatu yang ajaib datang kepada mereka dengan sendirinya.
Bangun dari ranjang yang peot dengan per-per yang keluar dari permukaan tempat tidurnya, Fajri pun langsung membersihkan diri di sungai multifungsi. Dan dia pun siap-siap pergi ke persimpangan penghasil uang kemarin. Sesampai disana dia pun mencari target dan membidik para mangsa lampu merah. Seperti biasa dengan gaya seorang pengemis yang rendahan dia pun mulai memelas wajah seseorang dari kalangan atas.
"Tok tok tok, Fajri mengetuk kaca mobil pengendara di persimpangan lampu merah.
"Minta uang pak." sambil memasang muka kasihan, seperti memaksa orang untuk membuka kaca mobil mereka.
Dia pun terkejut ternyata yang didalam mobil itu adalah remaja yang sebaya dengan dia, seseorang yang berpenampilan layaknya orang berdarah biru. Memerah wajah si Fajri, dan ingin rasanya ia melarikan diri dari pandangan si darah biru tadi.
"Kenapa kamu harus malu Fajri, kamu kan sudah diakui sebagai pengemis persimpangan lampu merah, apa karena dia sebaya dengan kamu dan dia orang bangsawan." tanyanya bingung dalam intuisinya.
Si darah biru tadi pun langsung mengeluarkan tempat penyimpanan uang yang berisi berbagai macam kartu belanja, dan uang yang banyak. Berbinar-binar mata Fajri melihat isi dompet si orang tadi. Dan orang itu pun mengeluarkan empat lembar uang berwarna biru, dengan penuh harapan Fajri berdoa.
"Mas, mas." si darah biru memanggil Fajri yang hampir kehilangan kesadaran.
"Oh iya mas, ada apa?" dengan akting pura-pura tidak tahu Fajri menoleh ke empat lembar uang berwarna biru tadi.
"Ini semua buat saya mas? Beneran mas?" sambil membalikkan keadaan seperti semula, Fajri pun langsung mengambil empat lembar uang berwarna biru tadi dengan secepat kilat.
Dengan mata melotot dan bibir monyong "Woooww, gak ada uang kembalian saya mas." dengan candaan yang sedikit garing.
"Iya gak apa-apa kok, ambil aja semua, saya ikhlas kok." Kata orang tadi tanpa menghiraukan candaan garing Fajri.
Dengan ucapan syukur yang sangat keras "ALHAMDULILLAH YA ALLAH." suaranya menggelegar sampai antrian terakhir lampu merah itu.
"Syuuuuutttttt, jangan keras-keras, gak enak saya." dengan rasa malu dan agak norak si darah biru tadi kewalahan dilihat banyak orang.
"Makasih banyakkkkkk mas." sambil tersenyum-senyum Fajri berlari kegirangan seperti kelinci yang terlepas dari kandangnya.
Setelah mendapat banyak uang dari orang itu, Fajri merencanakan untuk membuka usaha dengan temannya Junior. Akhirnya mereka pun sukses dalam mengemban misi mereka, keuntungan yang mereka raih dalam usahanya memberikan pelajaran bagi mereka, bahwa apabila kita bersungguh-sungguh dalam mencari kebaikan, Insya Allah kita akan mendapatkan kebaikan yang setimpal dengan usaha yang sudah pernah kita lakukan sebelumnya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !